Kefakiran dekat dengan kekufuran. Maka muslim yang fakir dan masih lemah imannya perlu dibantu.
Sehabis shalat fardhu, sering kali Nabi Muhammad SAW duduk-duduk di serambi masjid bersama para sahabat membicarakan hal-hal yang bermanfaat. Tidak ada majelis yang lebih mulia daripada majelis untuk berdzikir dan belajar ilmu. Begitulah, majelis Rasulullah SAW kala itu berisi tentang dzikir, ilmu, dan nasihat.
Suatu saat Nabi menolong beberapa sahabat, dalam hal ini berupa santunan harta benda. Tetapi seorang sahabat yang dinilai oleh para sahabatnya seorang yang bertaqwa justru tidak mendapat pertolongan dari Nabi.
Sa’ad, salah seorang sahabat, bertanya, “Wahai Rasulullah, engkau tidak memberi apa pun kepada dia padahal aku yakin dia adalah mukmin yang baik.”
Nabi SAW menjawab, “Jangan mengatakan dia itu mukmin, sebaiknya sebut saja muslim.”
Sa’ad terdiam beberapa saat. Ia penasaran, apa bedanya mukmin dan muslim. Karena itulah, ia kembali menegaskan bahwa sahabat yang tidak mendapat pertolongan Nabi itu adalah seorang mukmin, jadi dia lebih berhak mendapatkan santunan itu dibanding dengan sahabat lainnya yang baru saja masuk Islam dan belum kuat imannya.
Namun Nabi juga tetap pada jawabannya bahwa orang itu adalah seorang muslim, bukan seorang mukmin.
Sa’ad mengulangi lagi bahwa sahabat yang satu itu lebih berhak mendapatkan santunan sebab dia lebih beriman. Ya, dia mengatakan hal itu hingga tiga kali. Akhirnya Nabi menjelaskan, “Wahai Sa’ad, sering aku menolong seseorang yang tampaknya tidak memerlukan pertolongan, karena menurutku imannya masih lemah. Aku khawatir, jika aku tidak menolongnya dan membesarkan hatinya, dia akan berpaling (dari Islam) dan masuk neraka.”
Dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari ini, para ulama menafsirkan bahwa anugerah yang terbesar bagi seorang manusia adalah iman. Sedang iman tidak tertanam dalam benak hati manusia dalam sekejap. Pada saat iman seseorang sedang lemah, pada saat dia mengalami kemalangan dan kesulitan, imannya akan semakin melemah dan akan mengakibatkan dia terjerumus ke dalam kegelapan. Orang seperti ini harus mendapatkan pertolongan segera, agar tetap berada di jalan Islam, jauh dari jalan kekufuran.
Apa yang dilakukan Nabi SAW dalam istilah syari’ah disebut “ta’lif al-qulub” (melembutkan hati). Dua ratus tahun setelah hijrah Nabi, Imam Syafi’i memperingatkan bahwa kefakiran dekat kepada kekufuran.
Lalu apa beda muslim dan mukmin? Muslim adalah orang yang telah menyatakan beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Jika telah siap menjalani hidupnya sesuai dengan ajaran Islam, dia disebut mukmin. SB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar