Sesungguhnya Allah Bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu Hai Ahlul Bait dan Membersihkan kamu Sebersih - bersihnya



Ya Allah , karuniakan padaku kalbu pecinta, kalbu yang dipenuhi kecintaan pada-Mu, dan semoga rahmah-Mu selalu turun atas kalbuku, Karuniakan padaku suatu kalbu yang tenggelam dalam kerinduan pada-Mu agar aku terlupa akan hiruk-pikuk Hari Pembalasan.






اللسلام علليكم ورحمة الله وبر كا ته

Hamdan li Robbin Khosshona bi Muhammadin
Wa anqodznaa bi dzulmatiljahli waddayaajiri
Alhamdulillahilladzii hadaanaa bi ‘abdihilmukhtaari man da’aanaa ilaihi bil idzni waqod

naadaanaa labbaika yaa man dallanaa wa hadaanaa
Shollallahu wa sallama wa baarok’alaih

Limpahan puji kehadhirat Allah SWT, yang memuliakan kita dengan undangan agung,

berkumpul dalam bangunan yang paling agung, dari segenap yang dibangun dibumi Allah,

yaitu bait min buyuutillah (rumah dari rumahnya Allah SWT).











Jumat, 10 Juni 2011

ANAK YATIM

ANAK YATIM

Daripada Abu Ummah diceritakan bahawa Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: “Barang siapa yang membelai kepala anak yatim kerana Allah SWT, maka baginya kebaikan yang banyak daripada setiap rambut yang diusap. Dan barang siapa yang berbuat baik kepada anak yatim perempuan dan lelaki, maka aku dan dia akan berada di syurga seperti ini, Rasulullah SAW mengisyaratkan merenggangkan antara jari telunjuk dan jari tengahnya.” (Hadis riwayat Ahmad)

Mengulas hadis riwayat Ahmad itu, Al-Hafizah Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata: “Cukuplah sebagai bukti yang menetapkan dekatnya kedudukan Nabi dengan kedudukan orang yang mengasuh anak yatim, kenyataan bahawa antara jari tengah dan jari telunjuk tidak ada jari yang lain.”

M Khalilurrahman Al-Mahfani dalam sebuah bukunya mencatatkan mengenai anak yatim: “Anak yatim adalah satu daripada komponen kehidupan yang harus kita rahmati. Dengan kata lain, kita harus menjadi rahmat bagi mereka, bukan menjadi musibah.”

Daripada Ibnu Abbas meriwayatkan Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: “Orang yang memelihara anak yatim dalam kalangan umat Muslimin, memberinya makan dan minum, pasti Allah SWT akan masukkan ke dalam syurga, kecuali ia melakukan dosa yang tidak boleh diampun.” (Hadis riwayat Tirmidzi)

Jelaslah bahawa pahalanya sangat besar bagi sesiapa yang berbuat baik atau memelihara anak yatim.

Daripada Abu Hurairah, Rasulullah bersabda yang bermaksud: “Sebaik-baik rumah di antara orang Islam adalah rumah yang di dalamnya ada anak yatim yang diperlakukan dengan sebaik-baiknya dan seburuk-buruk rumah adalah rumah yang di dalamnya ada anak yatim, namun diperlakukan dengan buruk.” (Hadis riwayat Ibnu Majah)

Rahmat bagi mereka dizahirkan dalam bentuk kepedulian yang nyata, antara lain mengasuh mereka dalam keluarga kita, membantu ekonomi dan pendidikan, menjadi orang tua asuh, serta aktif mengelola rumah asuhan.

Allah SWT juga berjanji akan memberi pahala dan ganjaran yang setimpal kepada kaum Muslimin yang membantu meringankan beban anak yatim dengan memberi sumbangan wang ringgit (derma atau sedekah). Banyak atau sedikit sumbangan yang diberikan itu bukan ukurannya, tetapi keikhlasan yang penting. Allah melihat apa yang ada dalam hati.

Daripada Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: “Tidak ada suatu pagi yang dilalui oleh seorang hamba kecuali dua malaikat turun. Satu daripadanya berkata: Ya Allah, berilah ganti orang yang berinfak (dermawan). Malaikat yang satu lagi berkata: Ya Allah, berilah kehancuran bagi orang yang kedekut.” (Hadis riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad)

Kisah Rasulullah: Air Tuba dibalas Air Susu




Kisah Rasulullah: Air Tuba dibalas Air Susu


Inilah teladan Rasulullah menghadapi orang-orang yang memusuhinya. Meski disakiti, beliau tetap berbuat baik. Nah, bagaimana dengan kita? Semoga kita termasuk orang-orang yang meneladani beliau...



Nabi SAW bukanlah seorang kekasih Allah SWT yang dimanjakan Tuhan. Beliau harus berjuang dan bekerja keras dalam mengemban amanah Allah selaku utusan-Nya. Beliau sering dihina, dicaci, dan diancam oleh musuh-musuhnya dalam memperjuangkan tegaknya kebenaran ajaran Islam.

Dalam suatu masa, tiap kali Rasulullah membuka pintu pagi-pagi untuk menjalankan shalat Subuh di masjid, sudah tertumbuk di ambang pintu rumah beliau kotoran. Nabi mengambil air dan membersihkan tempat itu dahulu, baru bisa meneruskan niatnya.

Besoknya, pagi-pagi, bukan setumpuk kotoran manusia yang beliau dapatkan di muka pintu, malah dua tumpuk besar. Dan esok harinya, bertambah lagi hingga tingga gundukan besar. Demikianlah selanjutnya.

Namun Nabi tidak mengeluh. Dengan sabar beliu bersihkan sendiri tempat bernajis itu tiap hari, sampai akhirnya orang jahat yang melakukan perbuatan keji itu merasa bosan sendiri dan menghentikan tindakannya menumpuk kotoran di depan pintu rumah Nabi SAW.

Lepas kejadian itu, Nabi belum terbebas dari kejahatan musuh-musuhnya. Tiap kali beliau melalui sebuah rumah berloteng dalam perjalanan ke masjid, selalu dari jendela atas ada seseorang yang membuang air najis ke kepala beliau. Begitu yang beliau alami setiap hari. Namun Nabi tidak marah. Bahkan tatkala beberapa hari sesudah itu tidak ada air najis yang ditumpahkan ke kepalanya dari jendela loteng itu, Nabi bertanya kepada para sahabat.

“Ke mana orang yang tinggal di loteng atas itu?”

“Ada apa ya Rasulullah?” tanya para sahbat, sebab mereka heran mengapa Nabi menanyakan keadaan orang kafir yang menghuni loteng atas itu.

“Tiap hari biasanya ia selalu memberikan sesuatu kepadaku. Hari ini tidak. Jadi aku bimbang tentang keadaannya.”

“Kebimbanganmu tidak keliru, ya Rasulullah. Orang itu sedang sakit keras dan tidak keluar dari kamarnya.”

Maka Nabi SAW menyuruh istrinya menyiapkan makanan untuk beliau bawa sendiri ke rumah orang jahat itu, sambil menengok keadaan sakitnya dan mendoakan agar cepat sembuh.

Orang itu sangat terperanjat menerima kedatangan Rasulullah dengan membawa makanan yang lezat-lezat, padahal setiap hari ia memberikan air najis kepadanya. Orang itu pun amat malu dan menangis-nangis minta maaf.

Dengan lapang dada Rasulullah memberi maaf, sehingga orang itu kemudian menjadi sahabat setia. Apalagi dari kalangan kaum lain. Sedangkan paman Nabi saja, Abu Jahal, juga sangat jahat kepadanya. Pernah Abu Jahal mengirim utusan yang mengatakan bahwa ia tengah menderita demam hebat, ingin ditengok oleh Rasulullah SAW.

Sebagai kemenakan yang berbakti, Rasulullah segera bergegas hendak berangkat menuju rumah Abu Jahal.

Pemimpin orang musyrik itu sebetulnya tidak sakit. Ia telah menyiapkan lubang di depan pembaringannya yang di atasnya ditutup dengan permadani, sedangkan di dalam lubang itu telah dipasanginya beberapa tonggak yang runcing-runcing. Maksudnya untuk menjerumuskan Nabi SAW ke dalamnya.

Nabi kedengaran mulai melangkah masuk ke dalam kamar Abu Jahal. Tokoh busuk itu cepat-cepat menutupi badannya dengan selimut sambil pura-pura merintih. Namun dalam pendengaran Rasulullah, rintihan Abu Jahal itu tidak wajar dan berlebih-lebihan, tidak sesuai dengan wajahnya yang tetap cerah dan kemerahan.

Maka Nabi pun tahu, pasti Abu Jahal sedang menyiapkan jebakan untuknya. Karena itu, begitu beliau hampir menginjak permadani yang di bawahnya menganga sebuah lubang berisi tonggak-tonggak runcing, beliau segera permisi lagi dan keluar tanpa sepatah kata pun.

Abu Jahal terkejut. Ia bangun dan memanggil-manggil Nabi agar datang mendekat kepadanya. Karena Nabi tidak menggubris, Abu Jahal lalu bangkit dan melompak ke permadani hendak mengejar Nabi. Ia lupa akan perangkap yang dibuatnya sendiri. Akibatnya ia terjerumus sendiri ke dalam lubang itu dan menderita luka-luka yang cukup parah.

Akhirnya terpenuhi juga keinginan Abu Jahal ingin ditengok Rasulullah. Sebab setelah terperosok ke lubang itu ia betul-betul sakit. Nabi pun datang membawakan makanan-makanan lezat yang diterima Abu Jahal dengan muka kecut.

Begitulah teladan Rasulullah dalam menghadapi orang-orang yang jahat dan ingin mencelakakannya. Beliau membalasnya dengan kebaikan. Air tuba dibalas air susu. Dan ini membuat musuh-musuhnya malu, insyaf, lalu meminta maaf, bahkan ada pula yang menerima risalah Rasulullah. Kecuali, tentu saja, Abu Jahal, karena gembong kaum musyrikin ini, meski mengetahui kebenaran risalah Rasulullah, hatinya telah tertutup oleh kesombongannya.


Dikutip : MAjalah Alkisah

Habib Husein Allatas: Berpulangnya Sang Pengayom Umat



Selamat jalan, orangtua kami tercinta. Selamat jalan, guru kami tersayang. Selamat jalan, pengayom umat yang penuh cinta.




Jum`at sore (27/05), kaum muslimin, di Jakarta khususnya, diuji dengan satu musibah yang sangat besar. Canda, tawa, dan senyum riang pun tiba-tiba berubah menjadi cucuran deras air mata. Sore itu, berita berpulangnya ulama besar sekaligus pengayom umat sontak mengejutkan kaum muslimin, terlebih lagi mereka yang telah lama merasakan indahnya kebersamaan dengan sang penyayang dhu`afa ini.

Selepas ashar, figur yang alim, tegas dalam sikap, terdepan dalam mengayomi kaum lemah, penyayang umat, dan pemilik kharisma yang langka ini menutup mata, menghadap Tuhannya.

Ya, sang Habib Jenderal itu telah berpulang ke haribaan Allah, menghadap Rabb-nya dan meninggalkan kita semua untuk selama-lamanya. Beliau adalah Habib Husein Allatas Gang Buluh, putra sekaligus khalifah Habib Ali bin Husein Allatas, yang dikenal dengan sebutan “Habib Ali Bungur”. Habib Husein wafat di RS Asri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Pada saat jenazahnya akan tiba di rumah duka, yang terletak di Jln. Buluh No. 45 Condet, masyarakat sekitar, baik yang tua maupun muda, laki-laki dan juga perempuan, keluar rumah untuk menyambut. Kehadiran jenazah disambut dengan deraian air mata, bukti kehilangan yang teramat dalam terhadap panutan yang selama ini mencurahkan hidupnya membimbing dan menyayangi mereka.

Satu demi satu, jama’ah berdatangan dari berbagai penjuru Jakarta, memadati ruang majelis Al-Khairat, asuhan Habib Husein Allatas. Demikian pula para tokoh, baik ulama maupun umara, silih berganti mendatangi kediaman almarhum untuk memberikan penghormatan terakhir dan berbela sungkawa kepada keluarga yang ditinggalkan.

Ya-Sin, dzikir, dan tahlil, tak henti-hentinya terus diuntaikan bagi almarhum dari muhibbin, yang semakin memadati ruangan majelis hingga ke jalanan. Sepanjang malam pun, para jama’ah dan muhibbin tak putus-putusnya mengucapkan kalimat-kalimat dzikir dan tahlil, disertai dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an, yang terutama dilantunkan oleh santri-santri muda.

Keesokan harinya, Sabtu (28/05), para jama’ah yang datang berta`ziyah semakin membludak. Sejak pagi sekali mereka telah ramai berdatangan ke rumah duka sembari menanti saat-saat pemakaman yang akan dilaksanakan pada siang harinya, selepas zhuhur.

Kiriman bunga dari sejumlah tokoh penting pun mulai berdatangan, menunjukkan betapa beliau sangat dicintai oleh semua kalangan.

Pukul 11.00 WIB, setelah usai dimandikan dan dikafani, jenazah Habib Husein dishalatkan terlebih dahulu sebelum dibawa ke Masjid Al-Hawi untuk juga dishalatkan di sana. Ini dimaksudkan agar semua jama’ah yang terus berdatangan dalam jumlah yang sangat besar itu nantinya memiliki kesempatan untuk menshalati Habib Husein.

Shalat Jenazah di rumah duka dilakukan dalam dua tahap, karena tempat yang ada tidak bisa menampung jumlah jama’ah yang hadir saat itu. Untuk tahap pertama, Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf ditunjuk sebagai imam, K.H. Abdurrasyid A.S., pemimpin Perguruan Islam Asy-Syafi`iyyah Jakarta, sebagai pemberi kata pelepasan, dan doanya diserahkan kepada K.H. Abdurrahman Nawi, pengasuh PP Al-Awwabin Depok.

Usai dishalatkan di rumah duka, jenazah dibawa menuju Masjid Al-Hawi, Condet, untuk kembali dishalatkan oleh ribuan jama’ah yang sudah menunggu. Al-Allamah Habib Zein Bin Smith Madinah, yang tengah burkunjung ke Indonesia, didaulat untuk menjadi imam sekaligus memberikan kata pelepasannya.

Dalam kesempatan itu, Habib Zein Bin Smith mengungkapkan, kaum muslimin telah kehilangan satu tokoh besar yang perilaku dan akhlaqnya mencerminkan kepribadian salafus shalih, teladan yang sulit dicari penggantinya di zaman sekarang ini.

Di luar masjid, di sepanjang jalan dari rumah duka, puluhan ribu muhibbin semakin berjubel untuk menunggu jenazah selesai dishalatkan. Suasana duka dan haru semakin terasa ketika keranda, yang di dalamnya terdapat jenazah Habib Husein, diusung keluar masjid untuk dibawa ke peristirahatan terakhir di Kompleks Pemakaman Habib Salim bin Thoha Al-Haddad Kalibata.

Takbir dan tahlil, yang diiringi cucuran air mata dan isak tangis muhibbin, menggema silih berganti mengiringi jenazah menuju pemakaman, dengan konvoi panjang kendaraan roda dua dan empat.

Sebelum sampai di pemakaman, karena banyaknya jama’ah dan tokoh yang belum menshalati al-marhum, akhirnya jenazah kembali dishalatkan di Masjid Ash-Sholihin Kalibata untuk kali keempat.

Sementara itu, di area pemakaman, ribuan jama’ah sudah siap pula menyambut kedatangan jenazah Habib Husein.

Sebelum dimakamkan, jenazah kembali dishalatkan atas permintaan tokoh-tokoh Rabithah Alawiyyah Indonesia, yang tengah bermuktamar. Untuk kesekian kalinya dan untuk yang terakhir kalinya jenazah Habib Husein dishalatkan.

Setelah itu, barulah jenazah disemayamkan di tempat peristirahatan terakhirnya di kubah pemakaman keluarga Habib Salim bin Thoha Al-Haddad.

Habib Husein, sang Jenderal Habaib, wafat dalam usia 71 tahun. Beliau meninggalkan tiga orang putri. Sebenarnya Habib Husein memiliki empat orang putri, namun salah satu putrinya telah mendahului berpulang ke rahmatullah.

Habib Husein telah pergi untuk selamanya, meninggalkan teladan bagi umat dan kemanusiaan. Namanya akan harum sepanjang masa. Kita yang ditinggalkan diliputi duka yang tiada terhingga. Kini kiprah Habib Husein akan diteruskan oleh khalifah sekaligus menantunya, Habib Mahdi bin Abdurrahman bin Syekh Allatas.

Selamat jalan, orangtua kami tercinta. Selamat jalan, guru kami tersayang. Selamat jalan, pengayom umat yang penuh cinta. Semoga Allah menempatkan Habib Husein di tempat yang paling layak sebagaimana jasa-jasa dan kasih sayangnya terhadap umat Rasulullah SAW selama hidupnya. Amin....

Trianto, M. Sobihullah

Nabipun Memperingati Maulid

Imam Muslim dalam Shahih-nya (2/819) meriwayatkan dari Abu Qatadah bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang puasa hari Senin, beliau menjawab, "Itu adalah hari aku dilahirkan dan hari turunnya wahyu kepadaku."

Pada abad ke-14 H, muncul sekelompok orang yang mengharamkan ziarah kubur, termasuk kubur Nabi SAW, melarang bertawassul dengan nabi-nabi dan orang-orang shalih, melarang membaca doa bersama-sama setelah shalat fardhu, termasuk melarang peringatan Maulid Nabi SAW.

Mereka menyebut peringatan Maulid sebagai bid’ah yang sesat. Bahkan sebagian mereka menyatakan, peringatan Maulid adalah perbuatan syirik, dan pelakunya adalah musyrik.

Tidak tertutup kemungkinan, karena ketidaktahuan umat, hingga kini masih ada di antara mereka yang juga bersikap demikian. Yang sering terucap di antara mereka adalah bahwa peringatan Maulid itu bid’ah, dan karena bid’ah hukumnya sesat.

Bahasa adalah fenomena. Dan, sebagai sebuah fenomena, barangkali memang sulit bagi kita untuk membendungnya. Demikian pula fenomena penggunaan kata “bid’ah” dalam masyarakat kita. Tanpa konteks tertentu, kata itu mungkin berkonotasi “haram”, “sesat”, “terlarang”, dan sebagainya. Tapi, apakah semua bid’ah itu haram?

Tidak! Para ulama membagi bid’ah menjadi bid’ah hasanah, bid’ah yang baik, dan bid’ah qabihah, bid’ah yang tercela.

Bid’ah hasanah adalah perbuatan-perbuatan yang belum dikenal pada masa Nabi SAW namun tidak bertentangan dengan Al-Quran dan as-sunnah. Contohnya, menghimpun Al-Quran ke dalam sebuah mushhaf, mengumpulkan orang-orang untuk mengerjakan shalat Tarawih berjama’ah.

Lalu bagaimana dengan sabda Rasulullah SAW “Setiap hal yang baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat”?

Untuk menjawab itu, kita juga mesti menyimak sabda Rasulullah SAW yang lain, “Siapa yang membuat bid’ah sesat, yang tidak diridhai Allah dan Rasul-Nya, atasnya dosa orang yang mengamalkannya, tanpa sedikit pun mengurangi dosa-dosa mereka.” Dari bagian kalimat “bid’ah sesat, yang tidak diridhai Allah dan Rasul-Nya”, bisa dimaknai bahwa ada bid’ah lain, yang diridhai Allah dan Rasul-Nya, yakni bid’ah hasanah.

Jadi, yang dimaksud dengan hal baru dalam hadits “Setiap hal yang baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat” adalah hal-hal baru yang bathil, yang tidak diridhai Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan perayaan Maulid jelas adalah bid’ah hasanah.

Di samping dalil tentang bid’ah itu, masih ada dalil-dalil lain yang sangat kuat ihwal disyari’atkannya Maulid:

• Perintah mengagungkan hari dan tempat kelahiran beberapa nabi dalam Al-Quran dan sunnah.
• Kisah Abu Lahab yang memerdekakan budaknya, Tsuwaibah Al-Aslamiyyah, karena gembira dengan kelahiran Nabi SAW.
• Peringatan yang dilakukan oleh Nabi SAW di hari kelahirannya dengan melakukan puasa pada hari Senin.
• Hadits shahih yang berasal dari Nabi SAW tentang puasa hari Asyura.
• Nabi SAW melakukan aqiqah bagi dirinya setelah diutus menjadi nabi.
• Perintah memuliakan hari Jum`at karena sebab diciptakannya Nabi Adam AS di hari itu.
• Penyebutan Allah SWT tentang kisah para nabi dalam Al-Quran, di antaranya kisah kelahiran Nabi Yahya AS, Maryam, dan Nabi Isa AS.
• Maulid sebagai perantara untuk melakukan berbagai perbuatan taat.
• Firman Allah SWT, “Katakanlah (Muhammad), ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.” – QS Yunus (10): 58.
• Perayaan Maulid bukanlah ibadah tawqifiyah, ibadah yang pasti dan sudah jelas mutlak dalilnya, melainkan taqarrub yang mubah.
• Kaidah ushul fiqh anna ma dakhalah al-ihtimal saqath al-istidlal, segala sesuatu yang mengandung kemungkinan tidak dapat dijadikan dalil.
• Nafy al-`ilm la yulzam minh nafy al-wujud, ketidaktahuan tidak melazimkan ketidakadaan sesuatu.


Dikutip : dari Majalah Alkisah