Apa itu MUSAFIR
Musafir secara umum adalah orang yang sedang dalam perjalanan/bepergian. Namun ada batas waktunya. Tentang batas waktu musafir, sebagian para Ulama menyatakaq tiga hari tiga_malam saja. Setelah itu dianggap sudah menjadi muqim (bukan musafir lagi).
Dari Al-Ula bin Hadrami r.a. ia berkata : Nabi Muhammad s.a.w. bersabda : “Telah tinggal kaum Muhajirin di Mekkah selama tiga hari setelah menunaikan
rukun hajinya”. ( HR Bukhari dan Mustim)
Dari Umar r.a. bahwasanya ia pernah membawa orang-orang Yahudi dari Hijaz, lalu diijinkan orang yang datang di antara meieka, untuk berdiam selama tiga hari (H.R. Malik dalam Kitab Muwatha’).
Dari hadits tersetut di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa orang musafir yang tinggal selama tiga hari itu belumlah dinamakan muqiim, tetapi masih disebut musafir, sehingga mereka masih boleh mengerjakan shalatnya dengan qashar. Jika telah tinggal lebih dari tiga hari, maka bukan musafir lagi. Demikian menurut hadits tersebut
Orang yang bepergian (musafir) ada keringanan dalam melakukan shalat, yaitu dengan
1. Jama’
2. Qashar
3. Keduanya (Jama’ + Qashar sekaligus)
Masing-masing mempunyai syarat-syarat tersendiri. Berikut adalah ketentuan dari keringanan shalat tersebut,
.
SHALAT JAMA’
Berikut dikutip dari MR,
Shalat jama’ terikat dg wilayah dan bukan jarak, jika sudah keluar wilayah maka sudah boleh jama’, misalnya rumah anda hanya berjarak dekat bahkan puluhan meter saja dari batas wilayah, misalnya antara bekasi dan jakarta, anda sudah boleh jama’.
Jakarta termasuk satu wilayah, walau mempunyai 5 bagian perkotaan, namun selama masih disebut Jakarta, maka terhitung satu wilayah, walaupun saya pernah dengar pendapat bahwa antara wilayah jakarta selatan, utara atau lainnya sudah boleh jama’ karena berbeda wilayah, namun saya tidak berani memastikan pendapat itu.
Maka jika wilayah anda sudah berbeda wilayah (jika selain Jakarta) maka sudah boleh jama’ walau dekat.
Shalat Jama’ ialah shalat yang dikumpulkan. Seorang musafir diperbolehkan menjama’ /mengumpulkan dua shalat (Dhuhur dengan ‘Ashar dan/atau Maghrib dengan ‘Isya) di dalam satu waktu.
Cara Shalat Jama’
Caranya ada dua macam :
a. Jika Shalat Dhuhur dengan ‘Ashar dikerjakan pada waktu zhuhur, atau Maghrib dengan ‘Isya dilakukan pada waktu Maghrib, maka jama’semacam itu dinamakan Jama’ Taqdim.
b. Jika dilakukan sebaliknya, zhuhur dan Ashar dikerjakan pada waktu ashar, dan maghrib dengan ‘Isya dikerjakan pada waktu isya. disebut Jama’ Ta’khir (mengakhirkan),
Syarat Jama’ Taqdim
1. Dikerjakan dengan tertib; yakni dengan shalat yang pertama misalnya zhuhur dahulu, kemudian ashar. Dan maghrib dahulu kemudian isya.
2. Niat jama’ dilakukan (dilahirkan) pada shalat pertama.
3. Berurutan antara keduanya; yakni tidak boleh disela dengan shalat sunat atau lain-lain.
Jika hendak mengerjakan Dzuhur dan ‘Ashar dengan jama’ ta’dzim, lebih dahulu mengerjakan shalat Dzuhur seperti biasa sampai selesai. Setelah memberi salam dari shalat dhuhur, terus berdiri lagi untuk shalat ‘Ashar. Demikian pula untuk Maghrib dan ‘Isya, terlebih dahulu mengerjakan Maghrib seperti biasa. Sesudah salam dari shalat Maghrib terus berdiri lagi untuk mengerjakan ‘Isya.
Shalat jama’ taqdim dikerjakan secara beriringan (tanpa jeda). Ketika hendak memulai shalat yang kedua disunatkan iqamah.
Syarat Jama’ Ta’khir.
1) Niat jama’ta’khir dilakukan pada shalat yang pertama.
2) Masih dalam perjalanan tempat datangnya waktu yang kedua.
Cara mengerjakan jama’ ta’khir tidak berbeda dengan jama’ taqdim, kecuali waktunya, yaitu Jama’ ta’khir dikerjakan pada waktu ‘Ashar dan/atau ‘Isya.
Jika jama’ ta’dim wajib mendahulukan Dzuhur daripada ‘Ashar, Maghrib dari ‘Isya, maka pada jama’ ta’khir boleh mana saja yang hendak didahulukan tetapi mendahulukan shalat pada waktu itu adalah sunat.
.
QASHAR
Shalat qashar ialah shal at yang dipendekkan (diringkas), yaitu shalat fardlu yang empat raka’at (dhuhur, ashar dan isya’) diringkas menjadi dua raka’at. Sedangkan shalat maghrib (3 raka’at) dan shubuh (2 raka’at) tidak ada keringanan, tetap sebagaimana biasa, tidak boleh diqashar.
Hukum meng-qashar itu boleh (mubah), sebagaimana firman Allah swt. :
“Apabila kamu mengadakan perjalanan di muka bumi (di darat maupun di laut) maka tidak ada halangan bagimu untuk hemendekkan shalat” (An-Nisa’, 101)
Menurut madzab Syafi’ i dinyatakan lebih baik meng-qashar shalat bagi orang yang.musafir yang cukup syaratnya, berdasarkan hadits sebagai berikut :
Dari Ibn Umar, Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya Allah Ta’ala suka (senang) apabila segala kelonggarannya diterima (dilaksanakan oleh kamu), sebagaimana Ia sangat benci apabila segala kemaksiatannya dikerjakan oleh kamu”. (H.R. Ahmad)
Syarat-syarat syah-nya shalat qashar
1). Jarak perjalanan sekurang-kurangnya dua hari perjalanan kaki, atau dua marhalah (yaitu sama dengan 16 farsah).
“Pernah Ibn Umar dan Ibnu Abbas r.a. mengqashar dan berbuka dalam perjalanan sejauh empat burud, yaitu enam belas farsakh”. (H.R. Bukhari).
Dari Ibn ‘Abbas ra. berkata : Rasulullah saw. bersabda : “Janganlah kamu mengqashar shalat dalam perjalanan yang kurang dari empat barid, yaitu dari
Mekkah ke ‘Usfan”. (HR. Ad Daruquthni dengan sanad Dha’if)
Dari ‘Atha r.a. sesungguhnya ia pernah berkata : Bertanya seseorang kepada Ibnu Abas ra. “Apakah aku boleh mengqashar (dalam perjalanan sejauh) ke Arafah?” Maka Ibnu Abas menjawab: “Tidak”. Maka orang itu bertanya pula : “Ke Mina ?”. Ibnu Abas menjawab: “Tidak, tetapi ke Jiddah dan ke ‘Usfan dan ke Thaif’ (H.R. Asy-Syafi’i dan Baihaqi)
Tentang jarak ini, Syekh Abdur Rahman Al-IJazairi dalam Kitabul Fiqih ‘alaa Madzaahibil Arba’ah, jilid I halaman 472, dinyatakan 16 farsakh = 80.640 km. (dibulatkan menjadi 81 km). Kebanyakan para Ulama di Indonesia menerangkan bahwa 16 farsakh itu = 138 km. Menurut K.H. Ma’shum bin Ali Jombang, 16 farsakh = 8.992.992 m (dibulatkan menjadi 90 km.).
2). Bepergian bukan untuk maksiat.
3). Shalat yang boleh diqashar hanya shalat yang empat raka’at saja, dan bukan shalat shalat qadla. Shalat yang empat raka’at ialah shalat dhuhur, ‘ashar dan ‘isya.
Cara shalat qashar
Cara mengqashar ialah supaya shalat yang empat raka’at itu dikerjakan (dijadikan) dua raka’at saja.
Dari Anas r.a. ia berkata : “Pernah kami pergi keluar bersama Nabi saw ke Mekkah, maka ia mengerjakan shalat dua-dua raka’at, hingga kami kembali ke Madinah. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Adapun shalat shubuh dan maghrib tidak boleh diqashar.
4). Niat mengqashar pada waktu takbiratul ihram.
5). Tidak ma’mum kepada orang shalat yang bukan musafir.
Pendapat tentang jarak 3 mil boleh QASHAR
Ada sebagian ulama berpendapat, bahwa mengqashar shalat dibolehkan dalam perjalanan tiga mil, sebagaimana dinyatakan dalam hadits berikut
Saya bertanya kepada Anast bin Malik tentang mengqashar shalat. Ujarnya : “Rasulullah ’s.a.w. mengerjakan shalat dua raka’at kalau sudah keluar dari-rumah sejauh tiga’mil atau’ tiga farsakh”. (H.R. Muslim)
.
JAMA’ QASHAR
Musafir yang memenuhi syarat-syarat (syarata shalat jama’ dan syarat shalat qashar) yang telah disebutkan di atas, boleh mengerjakan shalat jama’ dan qashar sekaligus, yaitu mengumpulkan shalat dan memendekkannya.
Caranya,
Mengerjakan jama’ qashar tidaklah berbeda seperti halnya mengerjakan jama’, kecuali berbeda raka’atnya saja, yaitu dhuhur ashar dan isya’ pada shalat qashar dikerjakan dua raka’at.
Dari Ibn Abbas r.a. berkata ia : Aku akan beritahukan kepadamu tentang shalat Rasulullah s.a.w. yaitu : “Jika matahari telah condong, sedang beliau masih di rumahnya, beliau menjama, shalat Ashar dengan jama’ taqdim pada waktu zhuhur, dan dijama’kannya keduanya ketika matahari telah condong (HR Baihaqi)
.
SHALAT JAMA’ yang tak bisa di-QASHAR
Yaitu apabila seorang musafir telah memenuhi syarat-syarat untuk menjama’ shalat, namun belum memenuhi syarat untuk meng-qashar shalat. Dalam hal ini dia telah bepergian keluar dari wilayahnya, namun belum memenuhi jarak yang disyaratkan untuk melakukan meng-qashar shalat.
.
Wallahu a’lam.
Sumber: Fiqih Islam Lengkap, Drs H. Moh Rifai
Semoga manfaat.
Kamis, 08 Oktober 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar